Hari ini hari sabtu, tanggal 20 Maret 2010 (sudah tanggal 20an artinya delapan hari lagi waktunya tagih slip gaji … hehehe).
Tapi kali ini bukan waktunya curhat soal gimana ribetnya ngurus money account balancing yang tiap bulan selalu bikin pusing.
Itu urusan dalam negeri yang gak perlu dipublikasi ke khalayak ramai, kan?
Hehehe…
Baru saja, belum satu menit yang lalu, sambil menunggu waktu pulang dari piket PSB sabtu ini, di salah satu acara berita siang di sebuah stasiun televisi swasta, ada berita ygn bikin bulu kudk merinding disko dan perut jadi mual.
Eits, bukan,,,bukan lagi-lagi berita soal pemberantasan terorisme di serambi mekah, Aceh, atau heboh pengusutan kasus Bank Century yang semakin berputar-putar tidak jelas, bukan juga soal pak Susno Duaji yang dituduh mencoreng wajah POLRI dengan pernyataan-pernyataannya di media massa tentang markus yang menggerogoti tubuh kepolisian.
Bukan. Bukan berita sebesar itu, tidak seheboh itu kok.
Bahkan slot waktu penyampaian beritanya tidak lebih dari 30 detik saja.
Tapi 30 detik itu malah membuat berita itu sangat membekas di benak.
Di salah satu desa yang sepi, di ujung keramaian dan dinginnya kota Malang di Jawa Timur, seorang ibu tega membuang anaka kandungnya sendiri yang baru saja dilahirkan.
Nanti dulu kalau bilang bahwa sudah bisa dengar, baca dan nonton berita tentang orang tua yang membuang atau meninggalkan anaknya di depan pintu rumah panti asuhan, di pelataran masjid atau di pinggiran jalan raya dengan berselimut kain di dalam kardus.
Rasanya kalau dibandingkan dengan si Ibu dari Malang ini, list di atas bukan apa-apanya.
Gimana nggak?
Si Ibu dari malang yang identitasnya masih dalam penyelidikan kepolisian setempat itu tega membuang anaknya yang baru saja dilahirkan di dalam jamban.
Buat yang nggak tahu apa itu jamban,,,nih ya...Jamban itu kloset alias bolongan toilet.
Yah sekedar informasi tambahan, jangan dibayangkan juga jamban yang dimaksud adalah kloset toilet yang umum kita temui dalam kegiatan “ke belakang” kita sehari-hari. Bukan KIA atau Toto atau American Standard.
Ini tuh jamban di sebuah pelosok desa sepi di pinggiran kota Malang. Ini tuh jamban di sebuah “kamar mandi” (kalau bisa dibilang kamar mandi ya...) yang disetting untuk penggunaan massal dan tempatnya ada di luar bangunan tempat tinggal dan berjarak beberapa ratus meter dari keramaian.
Kamar Mandi dengan diapit dua tanda kutip itu tidak beratap dan dindingnya hanya terbuat dari jalinan bambu (kalau pinjam bahasa Jawa, ada namanya tuh, Gedek...). Itupun jalinan bambunya tidak rapat, sedikit berlubang-lubang gitu,,,bisa dibayangkan seperti apa?
Jauh dari bersih, malah nampak kumuh, kala kita sudah terbiasa menggunakan tempat buang hajat yang rapi dan nyaman.
Bisa dibayangkan betapa tidak manusiawinya si Ibu ini, anak yang baru saja dikeluarkan dari rahimnya langsung ditinggalkan beitu saja.
Kalau dilihat modus operandinya, kemungkinana besar si ibu tersebut malah menggunakan jamban desa tersebut sebagai tempatnya melahirkan si bayi laki-laki tersebut.
Tidak diketahui dengan jelas, kapan tepatnya bayi laki-laki tersebut dilahirkan. Karena letak jamban yang agak jauh dari rumah-rumah warga, tidak ada seorang wargapun yang mendengar atau mencurigai adanya perbuatan dosa yang sedang dilakukan tdak jauh dari tempat tinggal mereka.
Ajaib sekali, bayi laki-laki yang sehat, gemuk dan panjangnya 40 cm itu ketika ditemukan dalam keadaan yang masih hidup tapi mengenaskan, karena badannya sudah membiru dan bibirnya mengeluarkan cairan terus menerus.
Ketika secara swadaya warga membawanya ke puskesmas, ia akhirnya harus diletakkan dalam tabung semacam inkubator agar badannya hangat.
Karena besar kemungkinan ia sepanjang malam ditinggalkan dalam kondisi seperti itu.
Hah,,,ibunya mikir apa ya?
Kedinginan,,,tubuhnya tidak diselimuti kain apapun.
Mungkin ibunya terlalu panik, sampai tidak bisa berpikir sehat.
Tapi bener-bener deh, tega tingkat tinggi.
Meski belum jadi ibu (belum kepikir :6), tapi rasanya sangat tidak masuk akal memperlakukan seseoang yang masih ada hubungan darah dengan perilaku seperti itu.
Luar biasa sadis.
Jangan sampai, ketika berani berbuat suatu tindakan, akibatnya tidak mau ditanggung.