March 18, 2010

Jika Aku Menjadi : Luna Maya

Beberapa waktu yang lalu kasus tweet Luna Maya sempat menghebohkan jagad perbintangtelevisian di Indonesia, karena dianggap menghina dan melecehkan salah satu profesi tertentu, masih ingat?
Ketika itu yang ada di benaku adalah betapa manja dan tidak terhormatnya perilaku Luna Maya, karena berani terang-terangan menghujat dan berkata ksar di ruang publik. Kalau boleh pinjam istilah PPKN, sikap Luna Maya itu masuk ke dalam kategori perbuatan tercela.
Memang account Twitter yang dimiliki oleh Luna Maya adalah ruang pribadinya dan hak Luna Maya pula untuk menggunakan dan memanfaatkannya sesuka hati,
Tapi sayang sekali, tweet yang dipublikasi Luna Maya mampu dibaca oleh para followernya dan seta merta bikin heboh infotainment dalam rentang waktu yang tidak lama setelah tweet tersebut dipublikasikan.
Pendapat orang tentu saja ada di tiga ranah yang berbeda, Pro, Kontra dan ada di tengah-tengah. Yang Pro berusaha meyakinkan publik dan massa bahwa sikap Luna adalah hal yang wajar dan harus bias dimengerti. Tekanan yang begitu besar terhadap segala sisi kehidupan Luna Maya harus mampu dimengerti bahwa sanggup menimbulkan kenekatan Luna Maya untuk memasang tweet yang seperti itu isinya.
Publik yang menentang sikap Luna Maya, sebagian besar bersikap ekstrim dan berbalik merendahkan posisi Luna Maya. Dengan alasan bahwa tokoh masyarakat memiliki resiko diperlakukan berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Segala tindak tanduk yang dilakukan akan diamati dan diberi penilaian. Dan untuk kasus ini, boleh dibilang, Luna Maya harus tinggal kelas dan meremedial semua pelajaran yang pernah diberikan.
Buat beberapa orang yang mencoba bersikap bijak dengan mengatakan bahwa memang Luna tidak pantas bersikap seperti itu, akan tetapi karena tekanan yang bertubi-tubi, Luna Maya tidak sepatutnya dipersalahkan 100 % akan apa yang sudah terjadi.

Mana yang paling benar?
Hah, semua orang punya pendapat yang berbeda-beda.

Zaman sekarang, sulit untuk menemukan seseorang yang akan benar-benar sepaham dan memahami kita. Tidak bias dibayangkan bagaimana dengan Luna Maya.

Tapi karena satu kejadian yang baru-baru ini aku alami, aku harus berbalik arah dan mengubah opiniku tentang kasus Luna Maya tersebut. Aku harus menyampaikan bahwa pantas saja Luna Maya berbuat sedemikian rupa.
Bagaimana tidak jika ada orang atau sekelompok orang yang dengan tanpa berdosanya membicarakan mengenai diri kita di ruang umum, tanpa kita ketahui dan menimbulkan ketidaknyamanan menghinggapi alam sadar kita?
Benar-benar gangguan tingkat tinggi. SEBEL TO THE MAX!
Wajar jika sumpah serapah keluar sebagai bentuk uneg-uneg kekesalan terhadap apa yang dialami. Setiap detik, setiap waktu setiap saat, yang ingin dilakukan adalah marah dan menumpahkan emosi.
Sayangnya, seperti gerak kehidupan yang dibatasi oleh ruang dan waktu, manusia dibaasi oleh lingkungan dan pasal-pasal normatif kehidupan ikut serta di dalamnya. Untuk kemudian mengabaikan semua itu, bukanlah sesuatu yang mudah seperti membuat jus melon.
Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan ketika ingin menumpahkan emosi dan kekesalan yang sudah memuncak di ujung gigi. Apa akibatnya di kemudian hari, bagaimana pandangan orang terhadap image kita yang selama ini sudah dibangun dengan susah payah?
Aku pribadi percaya satu hal, bahwa membalas orang yang merendahkan kita dengan cara yang sama, hanya akan membuat kita berada di level yang setara dengan mereka. Lebih buruk lagi, bisa jadi level kita drop ke dasar kerak kemanusiaan, hilang karena menghabisi emosi negatif dengan menyerang orang yang tidak kita sukai.
Kehabisan energi dan kehilangan harga diri.
Itu hal terakhir yang ingin kualami terjadi pada diriku.
Seandainyapun aku menjadi manusia terakhir yang tinggal di bumi, maka dua hal tersebutlah yang tetap akan kupertahankan.

Lagi-lagi manusia hanya dihadapkan pada pilihan, iya atau tidak, silakan atau jangan, boleh atau dlarang, bisa atau terhalang, kesal atau bahagia.
Jadi, sekarang silakan memilih, puaskah anda dengan mancerca dan mencaci makiny, kemudian sanggup dan siap menanggung segala resiko? Well, silakan. It’s your life anyway. I have no right whatsoever to hold your grudge.