Berangkat ke sekolah berubah dari merasakan kebahagiaan menjadi sebuah kerelaan dan akhir-akhir ini menjadi sebuah keterpaksaan.
Bukan sesuatu yang besar, setiap saat hal seperti itu akan terjadi di manapun kita menginjakkan kaki.
Setiap waktu, kita akan mengalami akibat dari perasaan meninggalkan dan ditinggalkan.
Setiap kali kita terluka karena tertusuk duri atau teriris pisau yang baru saja digunakan untuk mengiris bawang misalnya, ketika ujung tajamnya mulai menyayat kulit, mungkin kita belum begitu menyadari bahwa bagian dari tubuh kita telah terluka.
Biasanya, kita baru benar-benar tersadar bahwa ada luka menganga di ujung jari kita setelah beberapa saat. Dan perasaan tersadar itulah yang sesungguhnya lebih tidak disukai daripada luka itu sendiri.
Biasanya juga, disaat itulah kita mulai mengaduh, atau bahkan beberapa mulai menjerit kesakitan, lalu menangis.
Terkadang, bukan karena rasa sakit yang harus ditanggung. Keterkejutan karena sesuatu telah melukai anggota tubuh, dan melihat luka yang memerah karena darah.
Ketika antiseptik mulai dibubuhkan, apakah rasa sakit akan luka itu kemudian menghilang?
Oh, bukankah biasanya jeritan akan semakin keras?
Ketika setetes demi setetes cairan penghalang kuman memasuki sela-sela kulit yang terbuka, di saat itulah perasaan sakit semakin menjadi-jadi.
Ada kalanya sampai terasa hingga ujung kaki dan ujung kepala.
Menahan nafas dan berusaha tidak menangis adalah yang dilakukan jika kita beranjak dewasa.
Ketika pada akhirnya obat antiseptik itu mulai bekerja, perasaan sakit akan semakin menjauh dan perlahan menghilang, hingga akhirnya bersamaan dengan berjalannya waktu, semuanya tampak kembali seperti semula.
Bahkan dengan mudah kita bisa segera melupakan bahwa kita pernah terluka.
Tapi ada beberapa dari kita, manusia yang kemampuan regenerasi selnya tidak sebaik yang lain. Sehingga bekas luka dari tusukan duri atau sayatan pisau itu akan tetap disana, meninggalkan seberkas garis tipis yang jika dilihat akan kembali mengingatkan kita pada beberapa waktu yang lalu.
Beberapa dari kita, termasuk aku, akan dengan mudah mengasimilasi dan mengembalikan kembali perasaan sakit yang pernah dirasakan dulu sekali.
Dan jika dirasakan lagi, ingatan yang kembali itu akan berasa lebih sakit.
Seluruh bagian tubuh akan menolak untuk mengalami kembali perasaan semacam itu.
Akal sehat akan memerintahkan alam bawah sadar untuk menjauhkan diri dari segala hal yang dekat dengan si penyebab luka.
Tapi sebagian besar hal dalam hidup bisa melukai, bahkan selembar kertas putih tipis yang tergeletak lama tidak berdaya di ujung meja.
Apa yang bisa melukai dan menyakitimu, kau tidak akan pernah bisa menduganya.
Tapi rasanya akan sama saja.
Luka itu sakit.
Dan bekasnya yang tidak bisa hilang akan terus mengembalikan perasaan itu kepadamu setelah bertahun-tahun lamanya kau mencoba lupa.
Sel tubuh manusia mempunyai antibodi untuk setiap virus yang memasuki tubuh.
Jiwa manusia mempunyai kekuatan untuk menata kembali perasaan yang hancur berkeping-keping.
Kita hanya harus bertanya, apa yang kita inginkan untuk diri sendiri di masa yang akan datang.
Terus mengingat perasaan terluka, atau menyadari bahwa kita sebenarnya telah pulih.
Tidak seperti sedia kala, karena memang ada yang telah berubah.
Ada kalanya, kita menjadi lebih kuat dan berani.
Kita yang harus memilih